, , , ,

Jam sudah menunjukkan pukul 21.50 wib, hujan yang mengguyur kota Malang sejak tadi sore mulai berhenti. Mataku yang dari tadi melototin game di komputer dah terasa berat banget. Akhirnya kuputuskan untuk matiin kompi n beranjak tidur. Baru lima menit di tempat tidur, sesaat sebelum larut dalam lelap aku dikagetkan oleh suara dari luar rumah yang begitu keras "Tahu Petis...!! Tahu... Tahu...!!!". Suaranya terdengar agak serak, sepertinya pemilik suara ini sudah tua dan terdengar seperti orang yang hampir putus asa.

Tiba-tiba rasa ngantukku mulai hilang dan timbul pertanyaan dalam benakku, "malem2 gini kok masih jualan tahu? apa ga salah? bukankah orang2 di komplek ini yang hampir seluruhnya pegawai negeri udah pada tidur?". Aku ga tahu mulai kapan istriku terbangun tiba2 dia bilang "tahu?? wis bengi ngene?", lalu langsung aja kutanya " mau ga? ntar kubeliin?" tanpa ada kata terlontar dia hanya mengangguk. Saat itu juga kusingkirkan selimut yang menutupi tubuhku, dan mengambil lipatan uang yang ada dalam saku celanaku, yang aku ga tahu jumlahnya ada berapa hanya terlihat agak tebal pada bagian luar tertera nominal 10.000.

Kubuka pintu rumah, saat itu pula kulihat ada orang tua yang usianya kira-kira lebih dari 50 tahun memanggul 2 buah keranjang dengan pikulan di pundaknya berjalan di depan rumahku. "Pak, tumbas tahu..." dengan spontan kupanggil dia, lalu orang tua itu spontan berhenti dan menurunkan pikulan yang sedari tadi menjadi beban baginya. Ternyata orang ini yang dari tadi berteriak dengan lantang untuk membuat orang di sekitarnya mengerti tentang dagangan yang dia bawa.

Ketika aku mau membuka gembok di pagarku, kulihat tetanggaku mas Farid sudah keluar dari rumah dan menghampiri orang tua itu "Pak tahu petis, lima ribu...", kemudian aku keluar dengan membawa piring yang sudah kusiapkan dari tadi. Mas Farid tanya "belum tidur pri...?" kujawab "belum mas, mau beli tahu...". Mas farid beranjak sembari berkata " pake piring pak?" Orang tua itu menjawab "iya..." jawaban singkat yang terdengar sangat ramah. Setelah itu aku menghampiri tukang tahu ini "Tiga ribu aja pak.." sebenarnya aku mau lebih banyak lagi, tapi kuatir ga ada yang makan soalnya aku sudah kenyang, dan istri ga mungkin makan banyak.

Sambil menunggu kuperhatikan Bapak ini menyiapkan pesananku dan barang dagangannya. Dia memiliki tangan yang terampil dan cekatan, mengambil tahu dan melumurinya dengan sambal petis dengan cepat. Saat itu kulihat di sebelah kirinya ada tampah yang masih terisi penuh dengan tahu. dalam hati aku bertanya "sudah selarut ini tapi kok tahunya masih banyak? apa ga laku?".

Tanpa berpikir panjang kutanya orang tua ini "Kok ndalu pak (kok malem pak)?" dia jawab "nggeh mas (iya mas)", belum puas aku tanya lagi "biasane ndalu ngeten to pak? (biasanya memang malem pak?)" dia jawab lagi "boten mas, biasane pun wangsul yah ene ki. wau jawah terus niku... boten saget.(tidak mas, biasanya jam segini saya sudah pulang, tadi hujan terus jadi ga bisa dagang)" dia berkata sambil terbata-bata seakan menahan sesuatu. Jadi itu toh yang membuat bapak ini larut malam seperti ini masih menjajakan dagangannya? bagaimana jadinya klo malam ini dagangannya ga laku, karena orang2 di kota malang sudah mulai terlelap dalam tidurnya? timbul banyak sekali pertanyaan dalam benakku yang aku sendiri tidak berani untuk mengutarakannya kepada bapak penjual tahu ini.

Mas farid kemudian keluar dengan membawa piring dan bapak ini langsung melayaninya, karena memang mas Farid yang lebih dulu memesan, kemudian aku berbincang2 sesaat tentang kondisi kantor selama mas Farid menunggu sampai mas farid hendak masuk ke rumahnya. Selesai melayani mas Farid, bapak ini melayani pesenanku sampai akhirnya selesai dan kuucapkan "matur nuwun pak" akupun beranjak masuk dan mengunci pagar dan pintu rumahku.

Sampai di dalam rumah pikiranku masih teringat kata2 bapak penjual tahu ini. Selarut ini dia masih semangat menjajakan dagangannya walaupun dia tahu sangat sulit. Dan dia tidak menyerah pada keadaan karena mungkin dia merasa sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap anak dan istrinya. Aku merasa sedih dan juga terharu atas kegigihan dan semangat bapak penjual tahu ini.

Dan aku merasa benci karena teringat banyak orang2 yang lebih muda, tetapi hanya dapat menengadahkan tangan dan meminta belas kasihan dari orang lain.

Malam semakin larut dalam hati aku berdoa "Semoga allah memberikan rizki yang barokah pada tukang tahu petis ini agar malam ini dagangannya laku terjual..." Amin




Sumber : http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=127537Rata Penuh

Posting Komentar

Chat-box