Hari pertamaku masuk sekolah dasar sungguh mengesalkan. Aku mengadu pada ayah yang menjemputku pulang siang itu.
" Pak, kata teman-temanku, aku anak paling jelek disekolah "
" Jangan percaya. Setahuku, kamulah lelaki paling tampan nomor dua sedunia " Ujar Bapak. Tangannya membelai lembut kepalaku.
Rasa kesalku menguap seketika. Bapak tak pernah bohong. Tapi.." Terus, yang nomor satunya siapa pak ? "
Bapak berhenti melangkah, dan berjongkok didepanku. Dia mengangkat dagunya anggun meniru gerakan bintang film India.
" Kamu tidak tahu ?” senyumnya menggoda. “ Nomor satu itu sekarang ada didepanmu"
Aku menggandeng tangannya. Tawa kami berderai-derai membelah jalanan siang itu .. ;D
* * *
Delapan Belas Tahun Kemudian
Ramadhan hari keduapuluh delapan. Aku mengajak bapak ke pasar. Aku telah berjanji akan membelikannya baju lebaran.
“ Ini cocok buat bapak “ Aku menganjurkan sepasang kemeja dan pantolan warna coklat kesukaannya.
“ Tapi ini sangat mahal “ Tolak bapak. “ Tapi tak apalah jika kau memaksa “ ralatnya cepat [annoyed], seolah takut aku menarik kembali tawaranku.
Sudah lalu 19 kali lebaran yang aku ingat, inilah lebaran pertama bapak tidak membelikan aku baju lebaran.
“ Mulai tahun ini, gantian aku yang membelikan baju lebaran buat bapak “
* * *
Lebaran Setahun Kemudian
Aku memasuki toko langganan bapak itu sendirian. Kuamati setiap pakaian yang berwarna coklat. Kupilih sepasang, lalu mencocokkannya di badan. Aku berusaha menguatkan diri. Wajah bapak terus menari-nari dipelupuk mataku. Diluar tampak air hujan jatuh miring diayun angin, menempel dijendela toko, jatuh bergulir bulir demi bulir, serupa air mata.
“ Pakaiannya disana pasti jauh lebih indah dibanding yang ada disini “ Ucapku dalam hati sambil mengingat hari terakhirku bersamanya. Dua hari sebelum masuk bulan Ramadhan kemarin.
“ Kesinilah “ Panggil bapak pelan. Aku mendekat dan duduk di samping tempat tidurnya. Selang infus telah menyusahkannya meraih tanganku. Sungguh aku tak tega melihat kondisinya.
“ Jangan sedih. Lihat sisi positifnya. Bukankah sepeninggalku kamu akan naik peringkat jadi lelaki tampan nomor satu “ Canda bapak.
Aku mengabaikan candanya. Dari balik mataku yang mulai diselaputi air, kulihat dia kecewa mendapati usahanya tidak berhasil.
Bapak kemudian menjulurkan kedua tangannya, memegang kedua pipiku, memalingkan wajahku kekiri dan kekanan, mengamatinya dalam-dalam, sembari terus menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ Tapi jangan terlalu berharap. Aku sendiri tidak terlalu yakin dengan ucapanku barusan“ Ucap bapak bersungguh-sungguh.
Kali ini usaha keduanya berhasil. Aku tersenyum sedikit, dan dia ikut tersenyum. Saat mata kami bertemu, aku tak kuasa menahan tawa lagi. Akhirnya kami berdua mengisi bangsalnya dengan tawa berderai-derai. Sungguh, aku tak jadi menangis saat itu. Untuk kesedihan tak tertanggungkan, bapak selalu mengajariku cukup menangisinya didalam hati
Sumber : http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=93472
Categories:
All About Story,
Joke

Posting Komentar