Kartika memang sahabat sejatiku. Kami telah berteman selama 5 tahun lebih. Persahabatan kami terjalin tanpa sengaja, sebuah kebetulan yang menyenangkan.
Saat itu panas terik, aku ingin sekali merasakan satu cone eskrim rasa coklat vanilla yang tentunya akan mengalir segar di tenggorokanku. Namun apa daya, uangku tak cukup. Aku pun hanya pasrah memandang si abang eskrim dan membiarkannya berlalu begitu saja.
Tetapi tiba-tiba, pundakku dicolek oleh seseorang. Dialah temanku, Kartika, tentu saja saat itu aku belum mengenalnya.
"Mau eskrim?" ujar Kartika lembut.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum manis kepadanya. Kartika pun segera memanggil si abang eskrim dan menyuruhku untuk memilih eskrim apapun yang kusuka. Sejenak aku memandang Kartika. Perempuan yang teramat ramah. Meski penampilannya sesangar lelaki dengan beberapa tato di lengan, tetapi hatinya tetaplah perempuan. Lembut.
"Aku boleh ambil eskrim yang ini ya, hehehehe," aku memilih eskrim yang kuincar sedari tadi sembari cengar cengir karena harganya cukup mahal. Kartika hanya tergelak melihat sifatku yang kekanak-kanakan. Ia segera membayar eskrim tersebut lalu bersiap beranjak pergi.
"Aku Diana," jelasku memperkenalkan diri.
"Aku Kartika"
-----
Di hari-hari selanjutnya, Kartika dan aku sudah seperti soulmate. Kemana-mana selalu berdua, melakukan aktivitas berdua seperti berbelanja, hanging out sampai memasak bersama di tempat kos-kosanku.
Selain sebagai soulmate, Kartika juga kerap menjadi bodyguard-ku. Saat aku diusili oleh cowok-cowok pinggir jalan, Kartika dengan gagah berani menghardik mereka agar berkata lebih sopan kepada perempuan. Begitu juga saat berdesakan di bis dan ada penumpang yang hendak turun. Kartika merelakan tubuhnya untuk disikut orang lain demi membuat ruang sedikit lega bagi tubuhku agar bisa bernafas. Maklum, aku punya asma.
Harus kuakui, berteman dengan Kartika amat membantu keseharianku. Namun entah kenapa, aku merasakan sesuatu hal yang berbeda. Cara dia menatapku, cara dia berbicara padaku, bahkan cara dia menyentuhku walau sekedar tangan (sebab dia jago meramal telapak tangan). Sungguh berbeda. Setiap tatapan, kata dan peraduan kulitnya bermakna dalam. Seolah mengatakan kalau ia menyayangiku lebih dari sahabat.
Huf, tentu tidak! Kartika perempuan dan aku perempuan. Segera kutepis prasangka itu. Hingga suatu hari, Kartika mengajakku berbicara serius saat ia bertandang ke kosan-ku.
"Na. Udah lama banget aku ingin bilang ini ke kamu. Aku gak tau apa saja yang sudah kamu dengar tentang aku, di luar sana. Entah negatif atau positif, aku terima semua. Pastinya kamu udah tau arah pembicaraan aku ini," tutur Kartika sembari tertunduk lalu menatapku dan tertunduk lagi.
Aku menggeleng kuat-kuat. Jujur aku sama sekali tidak ngeh, hal apa yang ingin Kartika bicarakan. Mungkinkah tentang sentuhan, tatapan dan kata-kata yang bermakna itu? Atau yang lain?
Kami terdiam beberapa saat. Akhirnya Kartika bicara terus terang.
"Aku mencintaimu, Diana,"
Seketika mulutku ternganga. Tetapi aku hanya diam. Diam dan diam.
Seharusnya aku tau bahwa ia menyukaiku sejak dulu. Meski kami berteman, dia bertingkah seolah kami sepasang kekasih. Ia melindungiku dengan berlebihan. Dia memperhatikanku tanpa batas kewajaran. Dan yang lebih mencengangkan, dia menjadi orang yang pertama tercabik hatinya kala melihatku menjalin cinta dengan orang lain.
"Jadi apa jawabmu?" Kartika seolah tak sabar dengan setiap kata yang akan kukeluarkan.
Tak tau mengapa, aku hanya tak ingin kehilangan dia sebagai sahabat hanya karena aku menolak rasa cintanya. Tetapi aku juga tidak mau berhubungan dengan Kartika. Ia perempuan, sama sepertiku. Seandainya terjadi, hubungan cinta kami sangat terlarang. Akan berapa banyak orang kecewa dengan semua ini?
"Maaf, Tik. Aku gak bisa. Aku sayang kamu. Tapi hanya sebagai sahabat. Aku gak tau apa yang kurasakan. Jujur, aku gak mau kehilangan kamu. Tapi baru ini aku dicintai oleh seorang perempuan dan itu cukup membuatku kaget. Aku hanya mau kamu tetap sebagai sahabatku, Tik," pintaku panjang lebar sembari menahan ketakutanku, Tika akan tersinggung dengan kata-kataku ini.
Benar saja. Ia pergi dan berlalu begitu saja. Meninggalkanku yang terlarut sedih karena baru saja kehilangan seorang sahabat. AKu pun tak mampu mencegahnya. Kubiarkan Kartika melangkah keluar dari kamar kosan-ku. Ia tak menangis bahkan tak terlihat marah. Ia melangkah dengan tenang bahkan terlalu tenang untuk ukuran hati yang tercampakkan. Maafin aku, Tik.
Kartika, sekarang sudah 2 tahun sejak kamu pergi dan memutuskan persahabatan kita. Jujur, Tik, aku sangat rindu padamu, karena buatku tak ada yang bisa menggantikan posisimu dalam hatiku. Aku masih sahabatmu, jika kau ingin kembali...
Sumber : http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=22035
Saat itu panas terik, aku ingin sekali merasakan satu cone eskrim rasa coklat vanilla yang tentunya akan mengalir segar di tenggorokanku. Namun apa daya, uangku tak cukup. Aku pun hanya pasrah memandang si abang eskrim dan membiarkannya berlalu begitu saja.
Tetapi tiba-tiba, pundakku dicolek oleh seseorang. Dialah temanku, Kartika, tentu saja saat itu aku belum mengenalnya.
"Mau eskrim?" ujar Kartika lembut.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum manis kepadanya. Kartika pun segera memanggil si abang eskrim dan menyuruhku untuk memilih eskrim apapun yang kusuka. Sejenak aku memandang Kartika. Perempuan yang teramat ramah. Meski penampilannya sesangar lelaki dengan beberapa tato di lengan, tetapi hatinya tetaplah perempuan. Lembut.
"Aku boleh ambil eskrim yang ini ya, hehehehe," aku memilih eskrim yang kuincar sedari tadi sembari cengar cengir karena harganya cukup mahal. Kartika hanya tergelak melihat sifatku yang kekanak-kanakan. Ia segera membayar eskrim tersebut lalu bersiap beranjak pergi.
"Aku Diana," jelasku memperkenalkan diri.
"Aku Kartika"
-----
Di hari-hari selanjutnya, Kartika dan aku sudah seperti soulmate. Kemana-mana selalu berdua, melakukan aktivitas berdua seperti berbelanja, hanging out sampai memasak bersama di tempat kos-kosanku.
Selain sebagai soulmate, Kartika juga kerap menjadi bodyguard-ku. Saat aku diusili oleh cowok-cowok pinggir jalan, Kartika dengan gagah berani menghardik mereka agar berkata lebih sopan kepada perempuan. Begitu juga saat berdesakan di bis dan ada penumpang yang hendak turun. Kartika merelakan tubuhnya untuk disikut orang lain demi membuat ruang sedikit lega bagi tubuhku agar bisa bernafas. Maklum, aku punya asma.
Harus kuakui, berteman dengan Kartika amat membantu keseharianku. Namun entah kenapa, aku merasakan sesuatu hal yang berbeda. Cara dia menatapku, cara dia berbicara padaku, bahkan cara dia menyentuhku walau sekedar tangan (sebab dia jago meramal telapak tangan). Sungguh berbeda. Setiap tatapan, kata dan peraduan kulitnya bermakna dalam. Seolah mengatakan kalau ia menyayangiku lebih dari sahabat.
Huf, tentu tidak! Kartika perempuan dan aku perempuan. Segera kutepis prasangka itu. Hingga suatu hari, Kartika mengajakku berbicara serius saat ia bertandang ke kosan-ku.
"Na. Udah lama banget aku ingin bilang ini ke kamu. Aku gak tau apa saja yang sudah kamu dengar tentang aku, di luar sana. Entah negatif atau positif, aku terima semua. Pastinya kamu udah tau arah pembicaraan aku ini," tutur Kartika sembari tertunduk lalu menatapku dan tertunduk lagi.
Aku menggeleng kuat-kuat. Jujur aku sama sekali tidak ngeh, hal apa yang ingin Kartika bicarakan. Mungkinkah tentang sentuhan, tatapan dan kata-kata yang bermakna itu? Atau yang lain?
Kami terdiam beberapa saat. Akhirnya Kartika bicara terus terang.
"Aku mencintaimu, Diana,"
Seketika mulutku ternganga. Tetapi aku hanya diam. Diam dan diam.
Seharusnya aku tau bahwa ia menyukaiku sejak dulu. Meski kami berteman, dia bertingkah seolah kami sepasang kekasih. Ia melindungiku dengan berlebihan. Dia memperhatikanku tanpa batas kewajaran. Dan yang lebih mencengangkan, dia menjadi orang yang pertama tercabik hatinya kala melihatku menjalin cinta dengan orang lain.
"Jadi apa jawabmu?" Kartika seolah tak sabar dengan setiap kata yang akan kukeluarkan.
Tak tau mengapa, aku hanya tak ingin kehilangan dia sebagai sahabat hanya karena aku menolak rasa cintanya. Tetapi aku juga tidak mau berhubungan dengan Kartika. Ia perempuan, sama sepertiku. Seandainya terjadi, hubungan cinta kami sangat terlarang. Akan berapa banyak orang kecewa dengan semua ini?
"Maaf, Tik. Aku gak bisa. Aku sayang kamu. Tapi hanya sebagai sahabat. Aku gak tau apa yang kurasakan. Jujur, aku gak mau kehilangan kamu. Tapi baru ini aku dicintai oleh seorang perempuan dan itu cukup membuatku kaget. Aku hanya mau kamu tetap sebagai sahabatku, Tik," pintaku panjang lebar sembari menahan ketakutanku, Tika akan tersinggung dengan kata-kataku ini.
Benar saja. Ia pergi dan berlalu begitu saja. Meninggalkanku yang terlarut sedih karena baru saja kehilangan seorang sahabat. AKu pun tak mampu mencegahnya. Kubiarkan Kartika melangkah keluar dari kamar kosan-ku. Ia tak menangis bahkan tak terlihat marah. Ia melangkah dengan tenang bahkan terlalu tenang untuk ukuran hati yang tercampakkan. Maafin aku, Tik.
----oo0O0oo---
Kartika, sekarang sudah 2 tahun sejak kamu pergi dan memutuskan persahabatan kita. Jujur, Tik, aku sangat rindu padamu, karena buatku tak ada yang bisa menggantikan posisimu dalam hatiku. Aku masih sahabatmu, jika kau ingin kembali...
Sumber : http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=22035
Categories:
All About Story

Posting Komentar